Kamis, 03 Februari 2011

Era Pangan Murah Sudah Berlalu, Waspadalah !

Oleh : Bambang Haryanto
Email : indolocavore (at) gmail.com


Ulama pun protes soal beras.
Bukan ulama biasa.
Tetapi Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.

Sebagaimana dikutip Antara (2/2/2011), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengkritik kebijakan pemerintah dalam menghadapi ancaman krisis pangan dengan mengimpor beras dan membebaskan bea masuk 57 produk pangan karena dinilai merugikan petani di dalam negeri.

"Sulit rasanya untuk mengatakan bahwa kebijakan ini berpihak kepada petani," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj usai penyerahan sumbangan DPP PKB Rp1 miliar untuk PBNU di Jakarta, Rabu.

Dikatakannya, kebijakan pemerintah mengimpor beras saat petani panen raya pada Januari-Maret, pembebasan bea masuk 57 produk pangan, dan rendahnya serapan gabah petani adalah indikasi nyata bahwa para pejabat terkait tidak cerdas dalam menafsirkan komitmen politik pertanian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Bayangkan, sesuatu yang terjadi secara rutin setiap tahun, tapi tidak bisa diantisipasi dengan kebijakan yang strategis," katanya.

Tanda bahaya. Keprihatinan Ketua PBNU itu semoga menjadi sinyal yang tidak bisa kita abaikan. Masalah pangan merupakan masalah yang serius. Badan pangan dunia FAO juga mengisyaratkan betapa dunia di ambang krisis pangan yang bahkan digambarkan krisis kali ini akan mengancam perdamaian dan stabilitas dunia.

"Era pangan murah sudah berlalu," demikian simpul Sir John Beddington, kepala penasehat ilmu pengetahuan dari pemerintah Inggris. Milyaran penduduk dunia masih kelaparan. Populasi menanjak secara cepat. Laporan itu menandaskan bahwa petani, politisi, ekonom dan kalangan ilmuwan dituntut menemukan solusi dalam meningkatkan produksi pangan yang lebih efisien yang juga terkait dengan masalah air dan energi.

Peran kita. Ancaman krisis pangan dunia itu semoga tidak kita tanggapi dengan taktik burung unta. Dengan menganggap ancaman itu seolah hanya menjadi persoalan utama bangsa Afrika, yang jauh dari kita. Melainkan kita harus tidak menutup mata betapa pada awal bulan lalu kita digemparkan berita kematian enam anak dari keluarga Jamhamid-Siti Sunayah yang mengonsumsi tiwul beracun di desa Jebol, Mayong, Jepara. Realitas memilukan itu menunjukkan betapa bencana itu tidak jauh dari diri kita di Indonesia ini.

Ketika dunia semakin menyatu, maka tidak pada tempatnya bila kita kemudian hanya sibuk mengingkari persoalan-persoalan global itu, di mana seolah dengan membenamkan kepala kita ke tanah dan kemudian mengangap semua masalah itu akan segera berlalu dengan sendirinya.

Kita sebagai warga dunia harus segera berbaris ikut sebagai solusi. Adalah Dr Mike Pepler, UK Awards Manager dari Ashden Awards Inggris telah mengajukan solusi di mana kita semua sebagai warga negara mampu berperan serta dalam mengatasi ancaman krisis pangan dunia itu. Modal pertama, tentu saja adalah kepedulian dan kesadaran. Juga keinginan untuk menularkan pengetahuan yang ada, sehingga semakin banyak warga yang tergerak untuk melakukan hal mulia yang sama.

Hanya tiga langkah mudah berikut ini :

Jangan sia-siakan makanan. Makanan yang terbuang tidak hanya membuang makanan bersangkutan, tetapi juga segala hal yang dibutuhkan untuk menghasilkan makanan tersebut. Termasuk air, pupuk, pestisida, diesel (untuk mesin pertanian dan sarana transportasinya), listrik (untuk penyimpanan), kemasan dan juga energi yang Anda gunakan di rumah untuk menyimpan dan memasaknya.

Konsumsi daging lebih sedikit. Produksi daging jauh lebih banyak membutuhkan bahan bakar fosil dibanding memproduksi makanan, dan menyebabkan emisi gas rumah kaca yang lebih tinggi. Juga membutuhkan lahan yang lebih luas sebagaimana satwa mengonsumsi bahan pangan yang dapat dikonsumsi manusia, sehingga semakin banyak daging yang kita santap jelas kian mengurangi sediaan pangan secara total.

Gaya hidup locavore. Bercocok tanamlah sendiri di rumah Anda. Menanam beberapa tanaman bahan pangan di sekitar rumah Anda merupakan kegiatan yang mudah dilakukan. Dengan cara ini pula Anda dapat menumbuhkannya secara organik dan menghindari pemakaian bahan-bahan kimia. Bahan pangan itu juga tidak perlu diangkut dari tempat lain yang jauh, karena telah tersedia dalam beberapa langkah dari dapur Anda.

Peran serta aktif Anda kini dinantikan oleh dunia.
Oleh sesama umat manusia.

PS : Info lebih lanjut tentang foto dapat Anda klik disini.

Wonogiri,4/2/2011

2 komentar:

  1. Secara kebetulan saya juga posting tentang Locavore disini http://togarsilaban.wordpress.com/2011/01/31/gerakan-locavore-hemat-enerji-selamatkan-lingkungan/

    Selamat

    BalasHapus
  2. Terima kasih Bung Togar Silaban di Surabaya. Artikel menarik Anda ini saya yakin semakin membuka wawasan yang lebih luas dan mendalam bagi kita semua.Betapa gerakan locavore ini juga berdimensi kepada upaya penghematan pemakaian energi dan berdampak positif bagi pelestarian lingkungan hidup kita. Saya tunggu tulisan berikutnya. Mari kita selalu bergandeng tangan untuk menyosialisasikan manfaat gerakan locavore itu bagi kita semua.Sukses selalu.

    BalasHapus