Sabtu, 05 Februari 2011

Buku Panduan Menghindari Cekikan Harga Cabai

Oleh : Bambang Haryanto
Email : indolocavore (at) gmail.com


Mari Elka Pangestu pusing dibelit harga cabai.
Tetapi ia punya solusi yang menginspirasi.
Dengan bertanam cabai di rumahnya sendiri.

Menteri Perdagangan itu sesusai bertemu Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Kamis, 6/1/2011, berkata kepada wartawan : "Pengumuman, saya sudah menanam 200 pohon cabai di rumah, memakai pot-pot. Saya ajak konsumen untuk ikut menanam," ujarnya.

Menteri Pertanian Suswono beberapa hari kemudian (6/1/2011) menimpali, bahwa langkah pemerintah untuk mengatasi krisis cabai adalah mengajak masyarakat menanam pohon cabai di halaman rumah masing-masing. "Ini kebiasaan yang harus dicanangkan kembali karena menanam cabai itu mudah. Tak punya halaman saja, bisa pakai pot dan lainnya," paparnya lagi.

Anjuran para menteri itu terkait kenyataan pahit, betapa lonjakan harga cabai menjadi penyumbang angka inflasi yang signifikan tinggi di pada bulan Januari 2011 yang baru berlalu.

Bersiap diri ke depan. Anjuran Presiden SBY agar warga sudi bertanam cabai di rumah, yang disuarakan para pembantunya itu, baik pula untuk kita camkan. Walau sebenarnya, anjuran itu bukan hal yang baru.

Apabila Anda terjun meriset di Internet, Anda akan menemui banyak petunjuk mengenai budi daya tanaman cabai dalam pot. Misalnya blog Info Agrobisnis, blog Bertani Mandiri, laporan ilmiah mahasiswa IPB Bogor , Pendi Nainggolan dan kawan-kawan yang berjudul Budi Daya Cabai Dalam Pot Sebagai Penyejuk Pekarangan Rumah Dan Bermanfaat Bagi Kebutuhan Dapur sampai blog berisi ajakan "Berkebun Cabai Yuk" untuk para remaja dari Daniezha yang berdomisili di Semarang.

Panduan yang lebih menarik dan lengkap dapat direguk dari buku karya dosen Institut Pertanian Bogor (IPB), Ir. Purwono, MS yang berjudul Bertanam Cabai Rawit Dalam Pot (AgroMedia Pustaka, 2003, foto di atas). Ketika milang-miling di rak buku Perpustakaan Umum Wonogiri, saya seperti kejatuhan durian untuk segera tergerak membaca-baca buku ini.

Dari buku ini saya baru tahu bahwa tanaman cabai memiliki banyak manfaat dan khasiat. Antara lain sebagai "obat" pelangsing tubuh sesuai hasil penelitian di Universitas Tasmania, Australia, kemudian daunnya dapat menyembuhkan sakit eksim, serbuk cabai berguna obat sakit reumatik, dan kembali daunnya dapat kita manfaatkan sebagai obat sakit perut (h.11).

Sebelumnya kita dibukakan wawasan mengenai sejarah tanaman cabai, klasifikasi, sampai jenis-jenis cabai rawit. Kemudian kita dibimbing untuk mengetahui pelbagai keuntungan bertanam cabai dalam wadah, yang antara lain : kita dapat mengoptimalkan pekarangan sempit dan dapat memanfaatkan barang-barang bekas sebagai wadah penanaman.

Ada nilai plus lain yang disebutkan oleh penulis, bahwa "tanaman yang ditanam tidak hanya dapat dipetik buahnya, tetapi juga dapat dinikmati nilai keindahannya" (h. 12-13). Informasi terakhir ini sejalan dengan filosofi pertanian perkotaan (urban agriculture) yang merangkul juga nilai-nilai rekreasi dan hiburan.

Bahasan teknis pertanian meliputi langkah pembibitan dan pemeliharaan, mengenali hama dan penyakit tanaman cabai, kemudian tentang panen dan pascapanen. Informasinya disampaikan dengan sederhana, juga jelas.

Tunggu apalagi ?

Ketika suatu saat kelak harga cabai kembali melambung tinggi, saya harap Anda sudah tidak pusing-pusing lagi. Tidak hanya dapur Anda saja, juga bahkan warga dunia, kini menanti Anda sebagai teladan dalam berkiprah budi daya cabai rawit dari halaman sekitar rumah Anda.

Mulailah segera.
Hari ini juga !


Wonogiri, 5-6/2/2011

Kamis, 03 Februari 2011

Era Pangan Murah Sudah Berlalu, Waspadalah !

Oleh : Bambang Haryanto
Email : indolocavore (at) gmail.com


Ulama pun protes soal beras.
Bukan ulama biasa.
Tetapi Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.

Sebagaimana dikutip Antara (2/2/2011), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengkritik kebijakan pemerintah dalam menghadapi ancaman krisis pangan dengan mengimpor beras dan membebaskan bea masuk 57 produk pangan karena dinilai merugikan petani di dalam negeri.

"Sulit rasanya untuk mengatakan bahwa kebijakan ini berpihak kepada petani," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj usai penyerahan sumbangan DPP PKB Rp1 miliar untuk PBNU di Jakarta, Rabu.

Dikatakannya, kebijakan pemerintah mengimpor beras saat petani panen raya pada Januari-Maret, pembebasan bea masuk 57 produk pangan, dan rendahnya serapan gabah petani adalah indikasi nyata bahwa para pejabat terkait tidak cerdas dalam menafsirkan komitmen politik pertanian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Bayangkan, sesuatu yang terjadi secara rutin setiap tahun, tapi tidak bisa diantisipasi dengan kebijakan yang strategis," katanya.

Tanda bahaya. Keprihatinan Ketua PBNU itu semoga menjadi sinyal yang tidak bisa kita abaikan. Masalah pangan merupakan masalah yang serius. Badan pangan dunia FAO juga mengisyaratkan betapa dunia di ambang krisis pangan yang bahkan digambarkan krisis kali ini akan mengancam perdamaian dan stabilitas dunia.

"Era pangan murah sudah berlalu," demikian simpul Sir John Beddington, kepala penasehat ilmu pengetahuan dari pemerintah Inggris. Milyaran penduduk dunia masih kelaparan. Populasi menanjak secara cepat. Laporan itu menandaskan bahwa petani, politisi, ekonom dan kalangan ilmuwan dituntut menemukan solusi dalam meningkatkan produksi pangan yang lebih efisien yang juga terkait dengan masalah air dan energi.

Peran kita. Ancaman krisis pangan dunia itu semoga tidak kita tanggapi dengan taktik burung unta. Dengan menganggap ancaman itu seolah hanya menjadi persoalan utama bangsa Afrika, yang jauh dari kita. Melainkan kita harus tidak menutup mata betapa pada awal bulan lalu kita digemparkan berita kematian enam anak dari keluarga Jamhamid-Siti Sunayah yang mengonsumsi tiwul beracun di desa Jebol, Mayong, Jepara. Realitas memilukan itu menunjukkan betapa bencana itu tidak jauh dari diri kita di Indonesia ini.

Ketika dunia semakin menyatu, maka tidak pada tempatnya bila kita kemudian hanya sibuk mengingkari persoalan-persoalan global itu, di mana seolah dengan membenamkan kepala kita ke tanah dan kemudian mengangap semua masalah itu akan segera berlalu dengan sendirinya.

Kita sebagai warga dunia harus segera berbaris ikut sebagai solusi. Adalah Dr Mike Pepler, UK Awards Manager dari Ashden Awards Inggris telah mengajukan solusi di mana kita semua sebagai warga negara mampu berperan serta dalam mengatasi ancaman krisis pangan dunia itu. Modal pertama, tentu saja adalah kepedulian dan kesadaran. Juga keinginan untuk menularkan pengetahuan yang ada, sehingga semakin banyak warga yang tergerak untuk melakukan hal mulia yang sama.

Hanya tiga langkah mudah berikut ini :

Jangan sia-siakan makanan. Makanan yang terbuang tidak hanya membuang makanan bersangkutan, tetapi juga segala hal yang dibutuhkan untuk menghasilkan makanan tersebut. Termasuk air, pupuk, pestisida, diesel (untuk mesin pertanian dan sarana transportasinya), listrik (untuk penyimpanan), kemasan dan juga energi yang Anda gunakan di rumah untuk menyimpan dan memasaknya.

Konsumsi daging lebih sedikit. Produksi daging jauh lebih banyak membutuhkan bahan bakar fosil dibanding memproduksi makanan, dan menyebabkan emisi gas rumah kaca yang lebih tinggi. Juga membutuhkan lahan yang lebih luas sebagaimana satwa mengonsumsi bahan pangan yang dapat dikonsumsi manusia, sehingga semakin banyak daging yang kita santap jelas kian mengurangi sediaan pangan secara total.

Gaya hidup locavore. Bercocok tanamlah sendiri di rumah Anda. Menanam beberapa tanaman bahan pangan di sekitar rumah Anda merupakan kegiatan yang mudah dilakukan. Dengan cara ini pula Anda dapat menumbuhkannya secara organik dan menghindari pemakaian bahan-bahan kimia. Bahan pangan itu juga tidak perlu diangkut dari tempat lain yang jauh, karena telah tersedia dalam beberapa langkah dari dapur Anda.

Peran serta aktif Anda kini dinantikan oleh dunia.
Oleh sesama umat manusia.

PS : Info lebih lanjut tentang foto dapat Anda klik disini.

Wonogiri,4/2/2011